selamat datang di sketsa dunia kecilku semoga sesuatu yang kecil ini akan bermanfaat meski hanya secuil

Rabu, 01 Februari 2012

Skizofrenia


Aku dapat menjadi apa saja, apa saja yang kumau dan kusuka. Kini aku adalah wanita cantig. Wanita ayu bermata beling, siapa saja boleh menyapa dan menggodaku. Atau merasaiku seperti gula-gula, tapi ingat jangan kau sentuh aku dengan lidah atau mulutmu. Juga tanganmu yang bermata sepuluh, yang selalu melorok sana-sini menelanjangi rambut, kulit dan sedikit senyumku. Seperti yang kemarin kau curi diam-diam. Dari telapak meja makanku yang berwarna merah jambu. Dan diam-diam kau pasang pada meja riasmu, lihatlah, lihatlah, senyuman itu masih menempel disana bersama bibirku yang berwarna ungu. Dan menertawaimu ketika berpapasan dan berkaca, ach matamu pun menjadi sembilan, bertelinga lebar dan hidung terbalik. Terbalik merasai dan mengendusi setiap yang lewat dan melintas, dan berjalan pelan disudut jendela, daun pintu dan berlarian didinding ruangan. Terus berputar dan berpusaran, disetiap relung lobang mata jiwaku.

Dunia ini tidak terbalik, cuma aku senang berjalan dengan kaki diatas dan kupandangi setiap yang lewat dengan kepala dan mata dibawah. Sehingga semua yang nampak dan bersembunyi menjadi ada dan nyata. Se-ada dan se-nyata sebuah amsal yang terbalik : mana yang kau anggap paling waras, dia yang katamu nista, tapi ia dibayar demi sebuah kenikmatan, atau si penguasa yang kau bayar demi bencana dan kesengsaraan? Ini tentang si pelacur, penguasa dan si gila, siapa yang lebih gila? Atau si waras yang selalu berjubah dan berkelit tentang mata yang terbalik! Ach, lihatlah aku lebih benderang memandangi kemaluan dunia dengan jelas, indah dan sempurna. Dan selalu bertanya, kenapa laut yang diatas tapi tak tumpah juga yaa?

Tiba waktuku menemani si dokter, si dokter yang selalu berjubah putih dan pada saat-saat tertentu selalu ingin bersamaku. Kadang ia suka menyanyi, menggambar dan menari. Tapi selalu saja ia lupa namanya, aneh, kasihan dia. Kadang ia tak mau bersuara, tapi cuma matanya saja yang berkedip, melotot dan melirik, “Mataku kutaruh dimana ya?” katanya, terus ia mencarinya di saku, laci lemari dan kulkas. Kadang juga sering mengeluh dan bertanya, “Kok kakiku selalu tak sama ya? pasti tadi ada yang menukarnya ya?” Dan ketika matanya telah ditemukan lantas ia berkata, hai, lihat!, mataku sudah beranak, beranak pinak dan menjamak. Kemudian matanya pun berkeliaran mencari tempatnya bertengger dan selalu mengawasi. Mengawasi apa saja yang kulakukan dan kukerjakan. Berjalan, duduk, ngobrol, bermain catur juga ketika tiduran. Ia juga melihat ketika aku sedang berdandan, menjadi wanita ayu bermata beling. Mata yang bolong dan kosong, yang tak dapat membuatmu melihat dan berkaca. Dan selalu merabai apa-apa yang kulakukan. Juga suara yang selalu berbisik pelan dan mengajaku bercakap, menangis dan tertawa. Mengajaku berjalan dengan kepala dibawah, jalan yang zig-zag yang tak pernah sampai. Kakiku melangkah kedepan tapi selalu saja aku ketinggalan, dan jabat tanganmu yang ku genggam tapi selalu saja bermunculan dan jika sudah begini, suara-suara itu mengajaku bercanda dan tertawa dengan tawa yang sumbang dan aneh. Dan si dokter akan mengajaku bermain dokter-dokteran, mula-mula ia meminum obatnya, terus giliran ia memberi contoh menyuntiku. Ach, dokter nakal, masa selalu aku yang disuntik? Dan pelan-pelan langit menutup jendela kamarnya, hai, dokter, dokter (aku masih sempat berdoa), semoga tidurmu lelap dan sempurna, cepat sembuh yaa,..!

Yogyakarta, 2012.

1 komentar: